Kamis, 19 Januari 2017
Risalah Al Banaran
TENTANG ATI SELEHKE NDUNYO
Hidup adalah pilihan dan harus menentukan pilihan. Pilihan terbaiknya ialah menerima apa yang dipilihkan oleh "orang tua penata".
Hidup adalah pilihan kita. Pilihannya, "ati diselehke nang ndunyo" (hati letakkan di dunia) dan BUKAN "ndunyo diselehke nang ati" (dunia diletakkan di hati)
Kalau hati diletakkan di dunia, pasti lakunya akan hati-hati dengan dunia. Kalau sudah demikian masuknya musti ileng lan waspada. Dunianya akan tertata lebih rapi. Ia membawa kita ke maqqom tenang.
Sebaliknya kalau ndunyo diselehe nang ati (dunia diletakkan di hati), lakunya akan kadonyan-donyan. Rutinitas kehidupannya dihabiskan untuk mengejar dunia. Hati akan tidak tenang, karena ada dunia di hatinya.
Hati kalau diselehke nang ndunyo itu masuknya muamalah. Ia menjadi muamalah kita. Lantas, apa tanda kita sudah bermuamalah kalau hati diletakan di dunia?
Welas asih, kasih sayang dan empati adalah tanda kalau kita bermuamalah memilih hati diletakkan di dunia.
Jangan tinggalkan hati, meski kita tinggal di dunia sebab hati kitalah yang memagari atau membentengi diri kita dari laku di luar tatanan.
Dunia akan berlari kalau kita kejar. Dan dunia akan menangis kalau kita tinggalkan. Sebab, yang bisa menata dunia adalah kelas manusia.
Buatlah wadah (tempat) di hati kita agar hati ada yang mengisi. Orang tua penata itu tempatnya di hati.
Bisikan hati itu dari orang tua. Kalau hati mengeras, pasti susah diisi. Isinya penolakan dan penolakan.
Kalau tidak ada wadah, orang tua yang mengisi bisa meloncat keluar dan orang itu dipakai lagi.
Bagaimana hati bisa lembut kalau isinya penolakan terus? Bisikan orang tua itu bisa dari siapa saja. Bisa dilewatkan siapa saja. Jangan terjebak sosok.
Kita bisa melihat ayat kalau kita sering belajar mendengarkan bisikan hati dari orang tua penata.
Bahasa titipan itu terkadang sulit untuk membacanya. Sebab ia adalah bahasa yang tersirat. Bahasa alam. Kejadian. Butuh belajar. Jika kita kerap belajar membaca yang tersirat, maka kita akan peka.
TENTANG AIB dan HALAL HARAM
Aib itu tidak ada. Aib ada bagi orang yang tidak mau memperbaiki. Ia hanya bisa menutupi. Kalau kita mau memperbaiki kekurangan kita, maka aib itu tidak ada.
Dunia (diri kita) yang bersih itu bukan semata-mata soal halal haram. Tapi bagaimana hati dan ndunyo kita bisa bersih di dunia ini. Halal dan haram tidak menjamin dunia kita bersih.
Yang njamin dunia kita bersih itu hati kita, bukan halal dan haram. Halal haram itu soal fiqih (hukum) secara syariat. Halal haram itu soal muamalah dan madhoh. Yang membersihkan dunia kita adalah hati kita.
Kalau dunia kita ditaruh di tempat yang kotor, maka hati kita juga akan tercat Ikut kotor. Dunia kita akan bersih jika menggunakan atau mendominasikan hati kita dalam laku di kehidupan ini.
Mari belajar nyelehke (meletakkan) hati di dunia kita masing-masing. Semoga menjadikan dunia kita lebih rapi dan rapi terus.
Penulis : Zulkarnain M
Penting :
Asah rasa peduli jangan rasa cuek yg di asah. Berapa umur kita. Selama kita bernapas dan berakal apa saja yang sudah kita lakukan. Untuk diri, anak istri, teman dan sesama.
Rasa peduli bagian dasar dari cara meletakkan hati di dunia. Bagaimana bisa meletakkan hati di dunia jika rasa peduli tak di latih(cuek bebek).
Ngaji laku itu ngaji urip. Bagaimana mau urip kalo tidak belajar menghidupkan semua yang dianugrahkan Tuhan kepada manusia. Pepatah meneriakkan DIAM ITU EMAS. PENDIAM ITU TIDAK EMAS (pasif).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar