Sabtu, 14 Januari 2017

Rahasia Umur Manusia

Tingkatan alam yang harus dilalui manusia seiring bertambahnya umur seorang manusia adalah sebagai berikut :

1. Alam Nasut, dari umur 0 tahun sampai umur 10 tahun, bayi, bocah ( alam kesenangan )

2. Alam Jabarut, dari Umur 10 tahun sampai umur 20 tahun, remaja, jati diri ( alam keasyikan )

3. Alam Malakut, dari umur 20 tahun sampai umur 30 tahun ( alam ketenangan ).

4. Alam lahut, ketuhanan dari umur 30 tahun sampai umur 40 tahun (alam keheningan ).

5. Umur 40 tahun Wahyu turun masuk ke orangtuanya.

6. Umur 40-50 tahun ~> sepuh

7. Umur 50-60 tahun ~> sepah

Untuk mengetahui sudah sejauh mana perjalanan seseorang ( dari mana, mau ke mana, sampai di mana ), maka ia harus sering bertafakur ( introspeksi ), buka mata dan telinga, mau mendengar dan menerima apa yang dinasehatkan oleh orang tua penata. 

Jadilah pendengar yang baik dan bukan jadi pembicara yang baik. Jangan merasa sudah cukup, kuping jangan ditutup.

Ulama dan umara' harus duduk berdampingan. Umara yang menata dunia, ulama yang meneduhkan atau mendinginkan. ⭐🌙

Sabtu, 14 Januari 2017
Penulis : Zulkarnain M

Rangkuman Artikel

Kamis, 12 Januari 2017

SABAR

Allah memberikan ujian dan cobaan dengan berbagai bentuk :

•Cobaan jasmani dan rohani yang  berupa penyakit,  kecelakaan,  rasa duka cita dll
•Cobaan berupa kehilangan harta kekayaan, kebakaran dll
•Cobaan melalui sanak keluarga  yang ditimpa penyakit, kematian dll.

Pada dasarnya semua ujian dan cobaan yang menimpa itu adalah :

>>>Disebabkan kedurhakaan terhadap Allah oleh manusia itu sendiri, itu sebagai balasan untuk menghapuskan dosa kedurhakaannya itu, agar manusia menjadi sadar atas kedurhakaannya.

>>>Takdir Allah untuk  menguji hamba-Nya dan kelak di akherat  akan diganti dengan rahmat dan keridlaan-Nya untuk yang sabar  dan tawakkal ketika menerima ujian dan cobaan tersebut.

Dunia seisinya merupakan suatu ujian dan cobaan. Tidak ada  nikmat kecuali disertai sakit, tidak ada kelapangan kecuali disertai kesempitan.

Ada 4 macam kesabaran :

1. >Menahan diri dari segala perbuatan jahat, dan dari menuruti dorongan hawa nafsu angkara murka. Menghindarkan diri dari segala perbuatan yang mungkin dapat menjerumuskan diri ke jurang kehidupan dan merugikan nama baiknya. Maka ketika syahwat bergejolak hendak menggoncangkan keyakinan dan keimanan, hanya sabar lah yang dapat meneguhkan keimanan dengan memaksakan diri supaya berhenti di perbatasan syara, dan sabar seperti inilah yang menyelamatkan keimanan kita.

2. >Sabar dalam menjalankan suatu kewajiban, yaitu tidak merasa berat atau merasa bosan dalam menjalankan ibadah. Oleh karena itu, suatu ibadah adalah membutuhkan suatu kesabaran.

3. >Sabar dalam membela kebenaran, melindungi kemaslahatan, menjaga nama baik bagi dirinya, keluarganya dan bangsanya. Sabar sepert ini adalah berani untuk membela kebenaran.

4.  >Sabar terhadap kehidupan dunia, yaitu sabar terhadap tipu daya dunia, tidak terpaut kepada kenikmatan kehidupan dunia, dan tidak menjadikan kehidupan dunia sebagai tujuan, melainkan hanya sebagai alat untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang kekal diakherat nanti.

Sabar adalah tetap tegaknya dorongan menghadapi hawa nafsu. Sabar adalah sifat yang membedakan manusia dengan hewan dalam hal menundukkan hawa nafsu.

Dorongan hawa nafsu adalah tuntutan syahwat  dan keinginan yang minta dipenuhi.

Jadi sabar adalah suatu kekuatan, daya positip yang mendorong jiwa untuk melaksanakan kewajiban. Sabar juga merupakan kekuatan yang menghalangi seseorang untuk melakukan kejahatan.

Banyak orang menduga bahwa sabar itu berarti merendahkan diri dan menyerah pada keadaan,  membiarkan diri hanyut dalam situasi dan kondisi, atau menghentikan usaha tanpa berusaha mencari jalan keluar yang baik, tanpa memperbaiki dan memperkuat amal perbuatan.

Pengertian tersebut tidaklah tepat, sebab yang dimaksud dengan sabar adalah menghadapi cobaan dan ujian dengan cara yang baik, berusaha mencari jalan keluar dengan cara yang baik pula, dan membiasakan diri melakukan amal perbuatan yang saleh dan usaha yang terpuji yang disertai dengan doa kepada Allah sambil menjadikan pengalamannya itu suatu dorongan untuk mempunyai kemauan yang keras, keimanan, keyakinan yang istiqomah.

Datangnya ujian dan cobaan yang dibarengi dengan sabar itu sebagai pondasi setiap kebaikan,  pondasi kenabian, kerasulan, kewalian, dan kearifan. Kecintaan kepada Allah itu ada pada ujian dan cobaan. Ketidaksabaran atas datangnya ujian dan cobaan yang menimpa, menandakan kerapuhan pondasi.

Lari dari ujian dan cobaan yang menimpa berarti tidak butuh kewalian, ma'rifat dan dekat dengan Allah. Sabar itu seiring bersama hati, rahasia dan roh pada pintu yang lebih dekat dengan Allah Azza wa Jalla.

Manusia  itu tidak lepas dari beban yang diberikan Allah kepadanya. Manusia harus mengerti bahwa sabar atas beban, qodlo, dan qodar itu jauh lebih baik dibandingkan isi dunia dan akherat yang diserahkan kepada manusia untuk bertasawuf.

“Sabar itu adalah bagian dari iman, seperti kepala merupaka bagian dari tubuh.” (Alhadits)

Iman tanpa kesabaran bagaikan tubuh tidak berkepala, maka jika tidak sabar terhadap ujian yang  menimpa berarti keimanannya mati,  seperti matinya orang yang hilang kepalanya.

Adapun makna sabar adalah tidak mengadu kepada seorangpun ketika mendapat ujian dan cobaan, tidak tergantung pada kausalitas (hukum sebab akibat), tidak membenci cobaan dan juga tidak merasa gembira akan hilangnya cobaan.

Untuk mengetahui sampai dimana kadar cinta kita kepada Allah, maka Allah akan menguji dimana kita tidak akan lepas dari segala ujian yang menimpa kita baik musibah yang berhubungan dengan diri kita sendiri, maupun yang  menimpa  pada sekelompok manusia atau bangsa.

Terhadap semua ujian itu, hanya sabarlah yang memancarkan sinar yang memelihara seorang muslim dari jatuh kepada kebinasaan, memberikan hidayah yang menjaga dari rasa putus asa.

Sebagai orang muslim wajib meneguhkan hatinya dalam menanggung segala ujian dan penderitaan dengan tenang. Demikian juga dalam menunggu hasil pekerjaan, kita hadapi dengan ketabahan dan sabar serta tawakal.

Apabila seseorang menghadapi cobaan atau penderitaan itu dengan ridlo,  ikhlas dan mencari jalan keluar dengan cara yang terbaik, tidak mengeluh, tidak mengadu, apalagi merintih, maka Allah pasti akan memudahkan baginya urusan hisabnya.

Allah akan menyegerakan pahalanya, memberkati kehidupannya sehingga timbangan amalnya tidak diberati dengan kejahatan tetapi diberati dengan ketaatan dan pahala.

Jadi, apabila manusia itu menghadapi ujian dengan sabar, maka ia lulus dari ujian itu. Tetapi apabila menghadapi ujian dengan tidak sabar, maka ia tidak berhasil, dan putus asa itu bukanlah sifat orang mukmin.

Orang yang mencintai Allah tentu rela atas ketentuan-Nya, bukan kepada yang lain-Nya. Mereka selalu memohon pertolongan dari-Nya dan mempersempit selain Dia.

Pahit dan susahnya kefakiran sebagai kemanisan baginya, tanpa mengurangi arti rela kepada-Nya, dan merasa senang dan nikmat bila bersama-Nya.

Kaya dalam kefakiran, nikmat dalam kesakitan, kejinakan dalam ketakutan, dan dekat dalam jauh. Alangkah senang  bagi orang  yang sabar, rela dan memadamkan hawa nafsu.

Rangkuman Artikel

Rabu, 11 Januari 2017

Lirik Lagu Lir-ilir dan Maknanya

Lir-ilir, lir-ilir
Tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar

Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro

Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore

Mumpung padhang rembulane,
mumpung jembar kalangane
Yo surako… surak iyo…

Arti Lirik Lagu Lir-ilir

Bangunlah, bangunlah
Tanaman sudah bersemi
Demikian menghijau bagaikan pengantin baru

Anak gembala, anak gembala panjatlah
(pohon) belimbing itu
Biar licin dan susah tetaplah kau panjat
untuk membasuh pakaianmu

Pakaianmu, pakaianmu terkoyak-koyak di
bagian samping
Jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti sore

Mumpung bulan bersinar terang,mumpung
banyak waktu luang
Ayo bersoraklah dengan sorakan iya

Makna yang terkandung lagu Lir-ilir adalah sbb:

Sebagai umat Islam kita diminta bangun.
Bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat malas untuk lebih mempertebal keimanan yang telah ditanamkan oleh Alloh dalam diri kita yang dalam ini dilambangkan dengan tanaman yang mulai bersemi dan demikian menghijau.

Terserah kepada kita, mau tetap tidur dan
membiarkan tanaman iman kita mati atau
bangun dan berjuang untuk menumbuhkan tanaman tersebut hingga besar dan mendapatkan kebahagiaan seperti bahagianya pengantin baru.

Disini disebut anak gembala karena oleh
Alloh, kita telah diberikan sesuatu untuk
digembalakan yaitu HATI.

Bisakah kita menggembalakan hati kita dari dorongan hawa nafsu yang demikian kuatnya?
Si anak gembala diminta memanjat pohon
belimbing yang notabene buah belimbing bergerigi lima buah.

Buah belimbing disini menggambarkan lima rukun Islam. Jadi meskipun licin, meskipun susah kita harus tetap memanjat pohon belimbing tersebut dalam arti sekuat tenaga kita tetap berusaha menjalankan Rukun Islam apapun halangan dan resikonya.

Lalu apa gunanya?
Gunanya adalah untuk mencuci pakaian kita
yaitu pakaian taqwa.

Pakaian yang dimaksud adalah pakaian
taqwa kita. Sebagai manusia biasa pasti terkoyak dan berlubang di sana sini, untuk
itu kita diminta untuk selalu memperbaiki
dan membenahinya agar kelak kita sudah
siap ketika dipanggil menghadap kehadirat
Alloh SWT.

Kita diharapkan melakukan hal-hal diatas
ketika kita masih sehat (dilambangkan dengan terangnya bulan) dan masih mempunyai banyak waktu luang dan jika ada yang mengingatkan maka jawablah dengan iya.

|Rangkuman Artikel|

Selasa, 10 Januari 2017

Hakikat Kebahagiaan

Manusia terdiri dari dua golongan :

1.  Golongan yang berada dalam kedamaian, keimanan, bahagia dalam melakukan ketaatan kepada Allah.

2.  Golongan yang berada dalam keadaan tidak selamat, keraguan dan kerisauan dalam keingkaran terhadap peraturan Tuhan.

Jika kesucian, kebaikan dan keikhlasan lebih mendominasi, sifat-sifat mementingkan diri akan berubah menjadi suasana kerohanian dan kebahagian, yang ingkar akan dikalahkan oleh bagian diri yang baik.

Sebaliknya jika seseorang mengikuti hawa nafsu yang rendah dan kesenangan ego dirinya, sifat-sifat ingkar akan menguasai dirinya, menjadikannya ingkar dan jahat.

Jika kedua sifat yang berlawanan itu sama-sama kuat diharapkan yang baik itu bisa menang, sebagaimana yang dijanjikan: 

“Barangsiapa mengerjakan kebaikan maka baginya (ganjaran) sepuluh kali lipat, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan maka Tidaklah dibalas dia melainkan sebanyak (kejahatannya) itu, dan mereka tidak akan diniayai. (Al-An’aam,160). 

Orang yang mampu mengubah sifat mementingkan diri menjadi tidak mementingkan diri, hawa nafsu yang rendah menjadi cita-cita kerohanian, untuknnya tidak ada hisab, tidak ada catatan yang akan diberikan kepadanya. Dia akan memasuki syurga tanpa hisab di hari kiamat. 

“Oleh sebab itu barang siapa berat (timbangan) kebaikannya maka dia di dalam kehidupan (akhirat) yang sentosa”. ( Al-Qari’ah, 6 & 7). 

Orang yang kejahatannya lebih berat dari kebaikannya akan dihukum menurut kadar kejahatannya. Kemudian dia dikeluarkan dari neraka, jika dia beriman, dan akan masuk syurga. 

Taat dan ingkar bermakna baik dan jahat. Kedua-duanya ada dalam diri seorang manusia. Yang baik bisa berubah menjadi jahat dan yang jahat bisa berubah menjadi baik.

Telah menjadi ketentuan/takdir bahwa baik dan jahat, kehidupan yang diberkati bagi orang yang taat dan kesengsaraan bagi yang ingkar, adalah keadaan yang telah ditentukan pada seseorang sejak dilahirkan. Kedua-duanya tergantung dari usaha orang itu sendiri. Nabi s.a.w bersabda :

“Orang yang bertuah menjadi baik adalah baik ketika di dalam kandungan ibunya, dan orang berdosa yang jahat adalah pendosa di dalam kandungan ibunya”.

Siapapun tidak boleh menjadikan takdir sebagai alasan untuk membuang segala ikhtiar, semua perbuatan baik. Seseorang itu tidak boleh mengatakan, ‘Jika aku ditakdirkan menjadi baik maka aku bersusah payah membuat kebaikan sedangkan aku sudah diberkati’. Atau berkata, ‘Jika aku sudah ditakdirkan menjadi jahat apa gunanya aku berbuat kebaikan’. Jelas sekali pendirian demikian tidak benar. Tidak wajar mengatakan, ‘Jika keadaan aku sudah ditakdirkan pada ajal apa untung atau rugi yang aku harapkan dengan usahaku sekarang’.

Contoh yang baik diberikan kepada kita adalah perbandingan di antara Adam a.s dengan iblis yang dilaknat. Iblis meletakkan kesalahan kepada takdir, yang menyebabkan dia menjadi durhaka, maka dia menjadi kafir dan dibuang jauh dari keampunan dan Tuhan. Adam a.s mengakui kekhiilapannya dan memohon ampunan, menerima ampunan dari Allah dan diselamatkan. 

Menjadi kewajiban bagi orang Islam yang beriman untuk tidak mencoba memahami sebab-sebab yang tersimpan di dalam takdir. Orang yang berbuat demikian akan menjadi keliru dan tidak mendapat apa-apa kecuali keraguan. Bahkan dia mungkin kehilangan keyakinan. Orang yang beriman haruslah mempercayai kepada kebijaksanaan Allah yang mutlak.

Segala yang terjadi pada diri manusia di dalam dunia ini pasti ada alasan tetapi alasan itu bukan untuk difahami melalui logika manusia kerana ini berdasarkan kebijaksanaan Tuhan.

Di dalam kehidupan ini bila ditemui pencacian terhadap Tuhan, kemunafikan, keingkaran, penipuan dan lain-lain yang jahat, jangan biarkan hal tersebut mengguncangkan iman.

Allah Yang Maha Tinggi dengan kebijaksanaan mutlak bertanggungjawab kepada semua perkara dan Dia melakukan apa yang kelihatannya tidak baik untuk menunjukkan kekuasaan-Nya yang mutlak.

Penzahiran kekuasaan yang demikian mungkin menyebabkan ada orang yang tidak tahan dan menganggapnya sebagai tidak baik tetapi ada rahasia besar yang tiada makhluk  mengetahuinya.

Ada kisah orang arif berdoa kepada Tuhan :
 
“Wahai Yang Maha Suci, semua telah diatur oleh Engkau. Takdirku adalah kepunyaan-Mu. Ilmu yang Engkau letakkan padaku adalah milik-Mu”.

Ketika itu dia mendengar jawaban tanpa suara tanpa sepatah kata, keluar dari dalam dirinya mengatakan :

 “Wahai hamba-Ku. Segala yang engkau katakan adalah kepunyaan Yang Maha Esa dan dalam keesaan. Ia bukan milik hamba-hamba”.

Hamba yang beriman itu berkata :

“Wahai Tuhanku, aku telah menzalimi diriku, aku bersalah, aku berdosa”.

Selepas pengakuan itu sekali lagi dia mendengar dari dalam dirinya :

 “Dan Aku mempunyai keampunan terhadap dirimu. Aku telah hapuskan kesalahan-kesalahan kamu, Aku telah ampuni kamu”.

Mereka yang beriman tahu dan bersyukur bahwa segala kebaikan yang mereka lakukan bukanlah dari mereka tetapi melalui mereka, kejayaan datangnya dari Pencipta.

Bila mereka bersalah, mereka tahu bahwa kesalahan mereka datangnya dari diri mereka sendiri, kepunyaan mereka dan mereka bertaubat. Kesalahan datangnya dari keegoan mereka yang batil.

“Dan apabila telah berbuat kejelekan atau menganiaya diri mereka maka mereka ingat kepada Allah dan mereka minta diampunkan dosa-dosa mereka – bukankah tidak ada yang mengampunkan dosa-dosa melainkan Allah? Dan mereka tidak berkekalan di atas dosa yang mereka kerjakan, dan mereka tahu. Mereka itu balasannya ialah keampunan dari Tuhan mereka, syurga-syurga yang mengalir padanya sungai-sungai, mereka akan kekal padanya, dan alangkah baiknya balasan bagi orang-orang yang beramal”. (Al-Imraan, 135 & 136). 

Adalah baik bagi orang yang beriman mengakui semua kesalahan dan dosanya. Itulah yang akan menyelamatkannya. Itu lebih baik dan lebih benar daripada meletakkan kesalahan dirinya kepada Yang Maha Perkasa, Maha Kuasa, Pencipta semua perkara. 

Nabi s.a.w bersabda :

 “Telah diketahui bila seseorang itu berada di dalam kandungan ibunya samada dia akan menjadi baik atau pendosa” 

Maksud dari ‘dalam kandungan ibu’ itu adalah empat unsur yang melahirkan semua kekuatan atau tenaga dan kemampuan lahiriah.

Dua dari unsur tersebut adalah tanah dan air yang bertanggungjawab kepada pertumbuhan keyakinan dan pengetahuan, melahirkan kehidupan dan lahir dalam hati sebagai tawaduk (rendah diri).

Dua unsur lain ialah api dan angin yang bertentangan dengan tanah dan air – membakar, merusak, membunuh.

Qodrat Tuhan yang menyatukan unsur-unsur yang berlawanan dan berbeda menjadi satu. Bagaimana air dan api bisa menjadi satu? Bagaimana cahaya dan kegelapan bisa terkandung di dalam awan? 

“Dia yang menunjukkan kepada kamu kilat untuk menakuti dan kerana harapan, dan Dia jadikan mega yang berat. Dan petir itu beribadah dengan memuji Tuhannya, dan malaikat juga, sebab takut kepada-Nya, dan Dia kirim halilintar dan Dia kenakannya kepada siapa saja yang Dia kehendaki…”. (Ar-Ra’d,12 & 13). 

Satu hari wali Allah Yahya bin Mua’adh ar-Razi ditanya :

“Bagaimana mengenali Allah?’

Dia menjawab :

“Melalui gabungan yang bertentangan”. 

Pertentangan sebenarnya diperlukan untuk memahami sifat-sifat Allah. Dengan menghadapkan diri kepada hakikat Ilahi seseorang menjadi cermin yang membalikkan kebenaran itu, juga sifat Yang Maha Perkasa dibalikkan.

Dalam diri manusia terkandung seluruh alam maya. Sebab itu dia dipanggil penggabung yang banyak. Allah menciptakan manusia dengan dua tangan-Nya, tangan kemurahan-Nya dan tangan keperkasaan-Nya, keperkasaan dan kekuasaan.

Jadi, manusia adalah cermin yang menunjukkan kedua-duanya, yang kasar serta tebal dan yang halus serta indah. 

Semua sifat Ilahi tercermin pada manusia. Allah menciptakan iblis dan keturunannya dengan sifat kekerasan-Nya. Dia ciptakan malaikat dengan sifat kemurahan-Nya. Nilai-nilai kesucian dan kebaktian yang berterusan terkandung dalam kejadian malaikat, sementara iblis dan keturunannya yang diciptakan dengan sifat kekerasan-Nya, mempunyai nilai kejahatan, kerana itu iblis menjadi takabur, dan bila Allah perintahkan sujud kepada Adam dia ingkar. 

Manusia mempunyai kedua ciri alam tinggi dan rendah, dan Allah telah memilih utusan-utusan dan wali-wali-Nya dari kalangan manusia tetapi mereka tidak bisa lepas dari kekhilapan.

Nabi-nabi dipelihara dari dosa-dosa besar tetapi kekhilapan kecil harus berlaku pada mereka. Wali-wali juga tidak terjamin dipelihara dari dosa tetapi wali-wali itu dekat dengan Tuhan, mencapai maqam kesempurnaan, mereka masuk ke bawah perlindungan Tuhan dari dosa-dosa besar. 

Syaqiq al-Baqi berkata : 

“Terdapat lima tanda kebenaran : perangai yang lemah lembut dan lembut hati, menangis kerana menyesal, mengasingkan diri dan tidak peduli tentang dunia, tidak bercita-cita tinggi, dan memiliki rasa hati (gerak hati atau intuisi).

Tanda-tanda pendosa juga lima : keras hati, mempunyai mata yang tidak pernah menangis, mencintai dunia dan kesenangannya, bercita-cita tinggi, tidak bermalu dan tidak ada rasa atau gerak hati”.

Tanda/ciri orang yang baik : 

1. Bisa dipercaya dan menjaga apa yang diamanatkan kepadanya.
2. Menepati janji.
3. Berbicara benar, tidak berbohong.
4. Tidak kasar dalam perbincangan dan tidak menyakitkan hati orang lain.

Ciri/tanda pendosa : 

1. Tidak bisa dipercayai dan meusak amanat yang diberikan kepadanya. 
2. Ingkar janji,
3. Menipu,
4. Suka bertengkar, memaki apabila berbincang dan menyakitkan hati orang lain.

Selanjutnya pendosa tidak bisa memaafkan kawan-kawannya. Ini tanda tiada iman kerana pemaaf menjadi tanda utama orang beriman. Allah memerintahkan rasul-Nya: 

“Berilah maaf, dan suruhlah mereka (manusia) berbuat kebaikan, dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh”. (Al-A’raaf, 199). 

Perintah ‘maafkanlah’ bukan hanya tertuju kepada Rasulullah s.a.w saja tapi untuk  semua orang termasuk mereka yang beriman dengan Rasulullah s.a.w.

Kata ‘maafkanlah’ bermakna jadilah  pemaaf, jadikan sifat atau pribadi.  

“Barangsiapa memaafkan dan membereskan maka ganjarannya (adalah) atas (tanggungan) Allah”. (As-Syura, 40). 

Ketaatan kepada Allah berubah menjadi ingkar, kejahatan dan dosa menjadi kebaikan, tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi dengan rangsangan, pengaruh, tindakan serta usaha diri sendiri.

Nabi s.a.w bersabda :

“Semua anak dilahirkan muslim. Ibu bapaknya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi”.

Setiap orang ada bakat untuk menjadi baik atau jahat, bisa memiliki sifat baik dan buruk dalam waktu yang sama. Jadi, adalah salah menilai seseorang atau sesuatu sebagai sepenuhnya baik atau buruk. Tetapi benar jika dikatakan seseorang itu lebih banyak kebaikannya daripada kejahatannya ataupun sebaliknya. 

Ini bukan bermakna manusia masuk syurga tanpa amalan baik, juga bukan dia diantar ke neraka tanpa amalan buruk. Berfikir cara demikian bertentangan dengan prinsip Islam. Allah menjanjikan syurga kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal salih dan diancam-Nya orang-orang yang berdosa dengan azab neraka. 

“Barangsiapa berbuat baik maka (adalah) untuk kebaikan dirinya dan barangsiapa berbuat jahat maka untuk dirinya. Kemudian kepada Tuhan kamulah kamu akan dikembalikan”. (Aj-Jaasiaah, 15). 

"Di hari ini dibalas setiap jiwa dengan apa yang telah dia usahakan. Tidak ada kezaliman pada hari ini. Sesungguhnya Allah cepat menghitung”. (Al-Mukmin, 17). 

"Kerana apa juga amal yang baik yang kamu sediakan untuk diri kamu nanti kamu dapati (ganjaran)nya di sisi Allah”. (Al-Baqaraah, 110).

Rangkuman Artikel