Jumat, 20 Januari 2017

Jiwa Yang Stabil

Kamis, 16 Desember 2016
Risalah Al Banaran
Penulis : Zulkarnain M

Jiwa yang tenang meski bergejolak tetap tenang. Stabil. Hidup bergejolak itu malah sejatinya bagus. Tenang selain jiwanya adalah ketenangan yang semu. 
Sholat menimbulkan tenang, karena yang dicari adalah ketenangan. 
Harta membuat banyak orang merasa tenang karena apa-apa bisa terbeli. Tapi itu semu. Supaya apa, agar tidak melakukan tariq hidup. 
Janji Tuhan tenang itu surga. Ketenangan di dunia. Galau itu tanda ingin Tariq. Galau itu tantangan.

Bersyukur diberi kegaualauan. Karena mencari. Hidup itu pertanyaan sekaligus jawaban. Hidup mencari Tariq. Biar mendapatkan jawaban. 
Kalau hidupmu hidup akan timbul pertanyaan. Tapi kalau hidupnya tidak ada pertanyaan itu itu justru berbahaya, tidak ada Tariq. Tidak galau dan gejolak.
Pertanyaan jawaban tekan. Tariq lagi. Pertanyaan lagi, jawaban lagi.

Bertahap untuk bisa lepas dari cengkeraman akal. Puncaknya mata dan telinga tertutup. 
Yang terberat ngaji dengan orang yang isinya memberi doktrin tapi tidak diberi nglaras. Hidupnya tidak ada pertanyaan. Ketutup dengan doktrin.

Galau itu muncul dari perenungan. Seringlah merenung akan muncul pertanyaan. 
Galaulah melihat sekitarmu. Munculnya dari empati. 
Syariat tarekat hakikat makrifat. 
Para wali diterjunkan di alam hakikat. Setelah itu muncul kegalauan baru muncul pertanyaan.

Ayatul alam. Ayat alam. Iqra. Untuk bisa iqra butuh ketenangan dan kejernihan diri untuk bisa membaca setiap kejadian yang terjadi pada kita. ⭐🌙

Rangkuman Artikel

Laku Wong Jawa

Kamis, 29 Desember 2016
Risalah Al Banaran
Penulis : Zulkarnain M

llmu tuwo iku ibarat ngunggahke gelas seng wes isi banyu resik. Isi diangkat seko ngisor. Kabeh ana ayate. Laku melek. 

Syariat iku ukoro. 

Tareqat iku laku. 

Aja mung sujud. Sujud iku intuk apa? 

Raga iku mung templekan. 

Lampahe raga gak bisa munggah. 

Kenali dirimu. Kenal Gusti Allah. 

Kalau sekadar ucapan, semua orang juga bisa. 

Wong Jawa iku tariqah. 

Lampahe urip kanggo ngresiki wuku, kulit, balung, otak. Otak seng nyekel laku. 

Dongo iku nek pengen kawujud, yo kudu diimbangi Karo lakoni. 

Pengen selamat dunia akhirat, dunia jadikan sarana untuk ke akhirat. Akhirat jadikan sarana untuk ketemu Gusti. ⭐🌙

Rangkuman Artikel

Tentang Hati dan Dunia

Kamis, 19 Januari 2017
Risalah Al Banaran

TENTANG ATI SELEHKE NDUNYO 

Hidup adalah pilihan dan harus menentukan pilihan. Pilihan terbaiknya ialah menerima apa yang dipilihkan oleh "orang tua penata"

Hidup adalah pilihan kita. Pilihannya, "ati diselehke nang ndunyo" (hati letakkan di dunia) dan BUKAN "ndunyo diselehke nang ati" (dunia diletakkan di hati) 

Kalau hati diletakkan di dunia, pasti lakunya akan hati-hati dengan dunia. Kalau sudah demikian masuknya musti ileng lan waspada. Dunianya akan tertata lebih rapi. Ia membawa kita ke maqqom tenang. 

Sebaliknya kalau ndunyo diselehe nang ati (dunia diletakkan di hati), lakunya akan kadonyan-donyan. Rutinitas kehidupannya dihabiskan untuk mengejar dunia. Hati akan tidak tenang, karena ada dunia di hatinya. 

Hati kalau diselehke nang ndunyo itu masuknya muamalah. Ia menjadi muamalah kita. Lantas, apa tanda kita sudah bermuamalah kalau hati diletakan di dunia? 
Welas asih, kasih sayang dan empati adalah tanda kalau kita bermuamalah memilih hati diletakkan di dunia. 

Jangan tinggalkan hati, meski kita tinggal di dunia sebab hati kitalah yang memagari atau membentengi diri kita dari laku di luar tatanan. 
Dunia akan berlari kalau kita kejar. Dan dunia akan menangis kalau kita tinggalkan. Sebab, yang bisa menata dunia adalah kelas manusia.

Buatlah wadah (tempat) di hati kita agar hati ada yang mengisi. Orang tua penata itu tempatnya di hati. 
Bisikan hati itu dari orang tua. Kalau hati mengeras, pasti susah diisi. Isinya penolakan dan penolakan. 
Kalau tidak ada wadah, orang tua yang mengisi bisa meloncat keluar dan orang itu dipakai lagi. 

Bagaimana hati bisa lembut kalau isinya penolakan terus? Bisikan orang tua itu bisa dari siapa saja. Bisa dilewatkan siapa saja. Jangan terjebak sosok. 
Kita bisa melihat ayat kalau kita sering belajar mendengarkan bisikan hati dari orang tua penata. 

Bahasa titipan itu terkadang sulit untuk membacanya. Sebab ia adalah bahasa yang tersirat. Bahasa alam. Kejadian. Butuh belajar. Jika kita kerap belajar membaca yang tersirat, maka kita akan peka. 

TENTANG AIB dan HALAL HARAM

Aib itu tidak ada. Aib ada bagi orang yang tidak mau memperbaiki. Ia hanya bisa menutupi. Kalau kita mau memperbaiki kekurangan kita, maka aib itu tidak ada. 

Dunia (diri kita) yang bersih itu bukan semata-mata soal halal haram. Tapi bagaimana hati dan ndunyo kita bisa bersih di dunia ini. Halal dan haram tidak menjamin dunia kita bersih. 
Yang njamin dunia kita bersih itu hati kita, bukan halal dan haram. Halal haram itu soal fiqih (hukum) secara syariat. Halal haram itu soal muamalah dan madhoh. Yang membersihkan dunia kita adalah hati kita. 

Kalau dunia kita ditaruh di tempat yang kotor, maka hati kita juga akan tercat Ikut kotor. Dunia kita akan bersih jika menggunakan atau mendominasikan hati kita dalam laku di kehidupan ini.

Mari belajar nyelehke (meletakkan) hati di dunia kita masing-masing. Semoga menjadikan dunia kita lebih rapi dan rapi terus. 

Penulis : Zulkarnain M

Rangkuman Artikel

Penting :

Asah rasa peduli jangan rasa cuek yg di asah. Berapa umur kita. Selama kita bernapas dan berakal apa saja yang sudah kita lakukan. Untuk diri, anak istri,  teman dan sesama.

Rasa peduli bagian dasar dari cara meletakkan hati di dunia. Bagaimana bisa meletakkan hati di dunia jika rasa peduli tak di latih(cuek bebek).

Ngaji laku itu ngaji urip. Bagaimana mau urip kalo tidak belajar menghidupkan semua yang dianugrahkan Tuhan kepada manusia. Pepatah meneriakkan DIAM ITU EMAS. PENDIAM ITU TIDAK EMAS (pasif).

Kamis, 19 Januari 2017

Zuhud

Tujuan pencucian :

1.  Untuk masuk ke alam sifat-sifat Ilahi.

2.  Untuk mencapai maqam Zat. 

Pencucian untuk memasuki alam sifat-sifat Ilahi memerlukan guru/ilmu/pelajaran yang membimbing seseorang di dalam proses pencucian cermin hati dengan cara dzikir, ucapan atau memikirkan dan berdoa dengan nama-nama Ilahi.

Ucapan/dzikir/doa itu menjadi kunci, kalimat rahasia yang membuka hati. Hanya bila mata itu terbuka barulah bisa melihat sifat-sifat Allah yang sebenarnya. Kemudian mata itu melihat gambaran kemurahan Allah, nikmat, rahmat dan kebaikan-Nya di atas cermin hati yang murni itu.

Nabi s.a.w bersabda :

“Mukmin adalah cermin bagi sesama mukmin”.

“Orang berilmu membuat gambaran sementara orang arif menerangi".

“Orang berilmu membuat gambaran sementara orang arif menerangi cermin hati yang menangkap kebenaran."

Bila cermin hati sudah dicuci sepenuhnya dengan digilap/diterangi terus menerus dengan cara berzikir mengingat nama-nama Allah, seseorang itu mendapat jalan kepada pengetahuan dan sifat Ilahi. Penyaksian terhadap pemandangan ini hanya mungkin berlaku di dalam hati. 

Pencucian yang bertujuan mencapai Zat Ilahi adalah melalui terus menerus mentafakurkan kalimah tauhid.

Ada tiga nama keesaan, tiga yang akhir dari dua belas nama-nama Ilahi :

LAILAHAILLALLAH : Tiada yang ada kecuali Allah 
ALLAH : Nama khusus bagi Tuhan 
HU : Allah yang bersifat melampaui sesuatu 
HAQ : Yang sebenarnya (Hakikat) 
HAYYUN : Hidup Ilahi yang kekal abadi 
QAYYUM : Berdiri dengan sendiri yang segala kewujudan bergantung kepada-Nya 
QAHHAR : Yang Maha Memaksa, meliputi segala sesuatu 
WAHHAB : Pemberi tanpa batas 
WAHID : Yang Esa 
AHAD : Esa 
SAMAD : Sumber kepada segala sesuatu 

Nama-nama ini haruslah diucapkan bukan dengan lidah biasa tetapi dengan lidah rahasia dalam hati. Hanya dengan itu mata hati melihat cahaya keesaan.

Bila cahaya suci Zat menjadi nyata semua nilai-nilai kebendaan lenyap, semua menjadi tidak ada. Ini adalah suasana menghilangkan sepenuhnya semua perkara, kekosongan yang melampaui semua kekosongan.

Kenyataan cahaya Ilahi memadamkan semua cahaya: 

“Tiap-tiap sesuatu akan binasa kecuali Zat-Nya”. (Surat Qasas, ayat 88). 

“Allah hapuskan apa yang Dia kehendaki dan Dia tetapkan apa yang Dia kehendaki, kerana pada sisi-Nya ibu kitab”. (Surat ar-Ra’d, ayat 39). 

Bila semua lenyap, apa yang tinggal selamanya adalah roh suci. Ia melihat dengan cahaya Allah. Ia melihat-Nya, Dia melihatnya. Di sana tidak ada gambaran, tidak ada persamaan di dalam melihat-Nya: 

“Tiada sesuatu yang serupa dengan-Nya. Dia mendengar dan melihat”. (Surat asy-Syura, ayat 11). 

Apa yang ada hanyalah cahaya murni yang mutlak. Tidak ada sesuatu untuk diketahui lebih dari itu. Itu adalah alam fana diri. Tidak ada lagi fikiran untuk memberi kabar berita. Tidak ada lagi siapapun kecuali Allah yang memberi kabar berita.

Nabi s.a.w bersabda :

“Ada ketika aku sangat dekat dengan Allah, tidak ada siapa-siapa, malaikat yang dekat atau nabi yang diutus, bisa masuk antara aku dengan-Nya”.

Ini adalah suasana pemisahan di mana seseorang itu telah membuang semua hal kecuali Zat Allah. Itu adalah suasana keesaan.
Allah memerintahkan melalui Rasul-Nya :

“Pisahkan diri kamu dari segala perkara dan carilah keesaan”. 

Pemisahan itu bergerak dari semua yang bersifat duniawi kepada kekosongan dan ketiadaan. Hanya dengan itu seseorang  memperoleh sifat-sifat Ilahi.

Nabi s.a.w bersabda :

“Sucikan diri kamu, benamkan diri kamu dalam sifat-sifat yang suci (sifat Ilahi)”.


>>>>rangkuman artikel<<<<

Rabu, 18 Januari 2017

Ilmu

ILMULLAH

Ilmu Allah sangat luas dibanding ilmu makhluk-Nya.  Manusia tidak sanggup untuk menuliskannya, meskipun dengan tinta dari 7 lautan dan pena dari semua pepohonan yang ada, sedangkan ilmu makhluk-Nya sangat terbatas.

Allah adalah sumber segala ilmu. Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Menciptakan yang telah tiada, sekarang ada,  akan ada.  Allah tidak pernah berhenti dalam mencipta. 

Ada anggapan bahwa Allah menciptakan alam ini dalam 6 hari (Ahad – Jum’at) dan beristirahat pada hari Sabtu, anggapan ini tidak benar.  Kalau berhenti mencipta, hancurlah alam semesta ini.

Allah Maha Mengetahui yang abstrak (ghoib), nyata (syahadah), apa yang di daratan dan di lautan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula). 

Berkat rahmat-Nya, Allah membagi sedikit ilmu-Nya kepada makhlukNya, termasuk manusia.  Pemberian ilmu ini menggunakan dua jalur (jalan) yaitu :

1. Jalur khusus (cepat) disebut juga jalur resmi.

2. Jalur umum ( lambat ) disebut jalur tidak resmi.

Hanya orang-orang khusus yang menerima Ilmu yang diberikan oleh Allah melalui jalur resmi berupa WAHYU.

Wahyu sendiri secara bahasa berarti bisikan, membisikkan, membisikkan Ilham (ilham, petunjuk, dan bimbingan).

Tidak berarti bahwa pihak-pihak yang mendapatkan wahyu ini lantas disebut Nabi atau Rasul. Kalau otomatis nabi berarti ada nabi dari setan, lebah, langit, bumi, wanita.

Termasuk pemberitahuan akan karunia dan petunjuk yang Allah berikan kepada Maryam saat melahirkan melalui malaikat dalam bentuk seorang laki-laki, bukan berarti Maryam itu Nabi.

Atau dua malaikat yang datang kepada Nabi Ibrahim dan bercakap-cakap termasuk dengan Sarah, bukan berarti Sarah juga Nabi.

Sedangkan makna WAHYU secara istilah, itulah yang diberikan kepada RASUL.

Cara-cara wahyu turun:

1. Allah berkata-kata langsung (khusus kepada Nabi Musa dan Nabi Muhammad ketika Mi’raj)

2. Melalui tabir melalui malaikat.

3. Cara lainnya adalah melalui mimpi.

Jadi sampainya kepada manusia melalui UTUSAN yang ditunjuk oleh Allah SWT.

Ilmu Allah diberikan juga melalui jalur umum atau jalur tidak resmi, yakni berupa ilham. Ilmu ini tidak melalui perantara para Rasul Allah atau Nabi Allah, tetapi ditanamkan langsung oleh Allah, tentu dibawa oleh malaikat Jibril kepada yang bersangkutan.

Jadi sampainya ilmu kepada manusia secara umum itu bersifat LANGSUNG, kecerdesan berpikir mampu mengerti dengan terang dan sanggup pula memberikan pengertian kepada orang lain dengan terang pula.

Perhatikanlah bagaimana kecerdasan manusia itu berbeda-beda, meskipun satu ibu-bapak. Siapa yang memberikan kecerdasan lebih pada orang tertentu dan kurang pada orang yang lainnya pada suatu bidang? Bukan karena orang tua atau guru atau sekolah. Tapi Allah yang memberikannya.

Semua manusia pada hakikatnya cerdas, hanya saja berbeda-beda bidang kecerdasannya. Bahkan binatang pun diberikan kecerdasan semisal berang-berang yang mampu membuat bendungan yang manusia baru mampu membangunnya pada abad ke-20.

Wahyu yang berikan kepada Rasul disebut pula AYAT QAULIYAH (Firman Allah). Ayat-ayat qauliyah ini ada yang dalam bentuk lembaran-lembaran (shuhuf) dan ada pula yang berupa kitab. 

Sedangkan ilham yang diberikan kepada manusia berupa ayat kauniyah, tentang fenomena alam atau sunnatullah di alam semesta.

Melalui tiga potensi yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia (pendengaran, penglihatan dan hati), manusia mampu memahami apa yang terjadi di alam,  merumuskan dalam suatu ilmu pengetahuan, diaplikasikan menjadi teknologi yang berguna.

Allah terus memberikan ilham sehingga penemuan demi penemuan terus berlangsung. Alam terlalu luas untuk dikaji oleh manusia, sehingga kesempatan untuk menemukan hal baru selalu terbuka lebar. 

Antara Ayat Qauliah dan Ayat Kauniyah memiliki hubungan yang sangat erat. Ayat Qauliyah memberikan ISYARAT tentang Ayat Kauniyah, berbagai jenis barang tambang, besi yang berasal dari luar bumi yang sangat berguna bagi kehidupan, gunung-gunung yang berjalan seperti jalannya awan, ilmu embriologi (ada 3 tahapan perkembangan janin), adanya siklus terjadinya hujan, yang melalui tiga tahapan dan hujannya pun memiliki ukuran.

Ayat Kauniyah memberikan BUKTI atau mengkonfirmasi kebenaran Ayat Qauliyah. Berbagai penemuan ilmiah menjadi bukti kebenaran Al-Qur’an.

Apa yang tertulis di dalam Al-Qur’an memiliki tingkat kebenaran yang mutlak.  Al-Qur’an ini tidak ada keraguan di dalamnya.  Allah menjamin akan keaslian Al-Qur’an sampai hari kiamat. 

Bukti kebenaran Al-Qur’an adalah tidak ada kontradiksi antara satu ayat dan ayat yang lain.  Tidak ada yang mampu membuat yang serupa dengan al-Qur’an atau serupa dengan 10 surat dalam al-Qur’an atau salah satu suratnya saja.

Sedangkan kebenaran yang dicapai oleh penggalian melalui ayat-ayat kauniyah adalah kebenaran yang bersifat empiris, sesuai dengan pengalaman atau eksperimen. 

Rumusan teori atau penemuan selalu berkembang. Selalu saja ada sisi-sisi tertentu yang belum digali oleh manusia, sehingga memunculkan penemuan baru.  Penemuan demi penemuan menyempurnakan teori yang ada atau membatalkannya.

Karena Ayat Qauliyah kebenarannya bersifat mutlak, maka berhak menjadi PEDOMAN HIDUP manusia.  Agama yang diridhoi oleh Allah adalah Islam, siapa mencari agama selain Islam tidak akan diterima dan di akhirat akan merugi.

Al-Qur’an bersama As-Sunnah telah merinci berbagai pedoman dalam berbagai sisi kehidupan manusia.  Manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya, manusia dengan makhluk hidup lainnya, manusia dengan alam semesta.

Sedangkan berbagai ilmu pengetahuan yang telah dikembangkan manusia dari ayat-ayat kauniyah, dijadikan sebagai sarana hidup manusia. 

Hidup manusia makin mudah dengan berbagai pengembangan ilmu pengetahuan karena berbagai sarana hidup ditemukan. Apa yang terjadi di belahan dunia lain, akan segera diketahui bahkan langsung diketahui oleh belahan lainnya. Kecepatan dalam transportasi antar kota, negara, bahkan benua.

Jangan memposisikan keduanya secara terbalik:

Ayat Qauliyah menjadi sarana hidupnya dan Ayat Kauniyah menjadi pedoman hidupnya, menjual ayat dengan harga yang murah.  Seperti perilaku Yahudi yang menuhankan materi.  Kalau yang terjadi seperti ini, maka dunia akan rusak.
Mempermainkan agama Eksploitasi alam tanpa batas.  Dekadensi moral Kerusakan yang ditimbulkan sebenarnya lebih dahsyat (kehancuran total, tak bersisa). 

Hanya dengan memposisikan secara benar antara Ayat Qauliyah sebagai pedoman hidup dan Ayat Kauniyah sebagai sarana hidup, manusia akan mencapai kesempurnaan. 

Saat memanfaatkan karunia Allah di alam semesta ini di samping sesuai dengan ilmu pengetahuan juga dilandasi moral Al-Qur’an, hidup penuh berkah, hidup yang baik di dunia  dan di akhirat, serta selamat dari siksa api neraka

Sumber : Insho Media

Senin, 16 Januari 2017

Zuhud Tidak Harus Miskin

Zuhud adalah amal hati, sehingga yang bisa menilai hanya Allah. Karena itu, kita tidak bisa menilai status seseorang itu zuhud ataukah tidak zuhud, hanya semata dengan melihat penampilan luar.

Kekayaan dan harta yang dimiliki, bukan standar zuhud. Orang bisa menjadi zuhud, sekalipun Allah memberikan banyak kekayaan kepadanya.

Kita tidak memungkiri bahwa para Nabi yang Allah beri kerajaan, seperti Yusuf, Daud, atau Sulaiman, mereka adalah manusia-manusia yang sangat zuhud.

Allah berfirman tentang sifat Nabi Daud :

"Ingatlah hamba-Ku Daud, pemilik kekuatan (dalam melakukan ketaatan). Sesungguhnya beliau awwab (orang yang suka kembali kepada Allah)." (QS. Shad: 17)

Allah juga berfirman tentang Sulaiman :

"Kami anugerahkan anak kepada Daud yang namanya Sulaiman. Sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia awwab (orang suka kembali kepada Allah)." (QS. Shad: 30)

Kemudian, Allah berfirman tentang Ayub :

“Kami dapati Ayub adalah orang yang sabar. Sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia orang yang awwab (suka kembali kepada Allah).” (QS. Shad: 44).

Anda bisa perhatikan, ketiga nabi mulia dengan ujian yang berbeda, Allah gelari mereka semua dengan kata ‘Awwab’. Daud dan Sulaiman ‘alaihimas salam diuji dengan kekayaan, sementara Ayyub diuji dengan kemiskinan.

Cara Agar bisa Zuhud

Hasan al-Bashri – ulama senior masa tabii’in – pernah ditanya :

“Apa rahasia zuhud anda terhadap dunia?”

Jawab beliau :

"Aku yakin bahwa rizkikku tidak akan diambil orang lain, sehingga hatiku tenang dalam mencarinya.
Saya yakin bahwa amalku tidak akan diwakilkan kepada orang lain, sehingga aku sendiri yang sibuk menjalankannya.
Aku yakin bahwa Allah selalu mengawasi diriku, hingga aku malu merespon pengawasannya dengan melakukan maksiat.
Aku yakin bahwa kematian menantiku. Sehingga aku siapkan bekal untuk ketemu Allah…"

Semoga Allah membimbing kita untuk mengambil bagian dari sifat zuhud itu.

Sumber: Ustadz Ammi Nur Baits

Rangkuman Artikel

Minggu, 15 Januari 2017

Pesan Terakhir Rosulullah SAW

Bahkan sampai disaat-saat terakhir hidupnya pun Nabi Muhammad SAW masih sempat menyampaikan pesan penting kepada Ali bin Abi Thallib serta rasa kekhawatiran dan rasa sayang beliau kepada umatnya (umat Islam).

Allah mengutus Malaikat Izrail untuk mendatangi rumah Rasulullah SAW dengan wujud manusia yang mirip dengan perawakan suku Arab Baduwi. Setelah Izrail di persilahkan masuk dan mengobrol sedikit dengan Rasulullah SAW.

Ketika itu hal pertama yang dikatakan Rasulullah kepada Izrail sesaat setelah beliau terbangun dari tidurnya adalah menanyakan keberadaan Jibril dan Rasulullah SAW ingin Jibril menemaninya di saat-saat terakhir beliau, kemudian turunlah Jibril atas permintaan Rasulullah SAW tersebut.

Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?” Tanya Rasulullah. “Pinti-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu” jawab Jibril. Tapi hal itu masih membuat Rasulullah cemas.

Kemudian Jibril balik bertanya kepada Rasulullah “engkau tidak senang dengan kabar ini?”. “kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” Tanya Rasulullah lagi. “jangan khawatir wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: kuharamkan surga bagi siapa saja kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya.” Kata Jibril.

Ketika Izrail mulai melakukan tugasnya suasana mulai menegang. Perlahan roh Rasulullah ditarik, nampak seluruh tubuh beliau bersimpah peluh, urat-urat lehernya menegang. Kemudian rasulullah SAW berkata kepada Jibril “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini. Jijikkah engkau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril.”

“Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal” tegas Jibril. Sebentar kemudian Rasulullah mengaduh “ya Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.” Setelah itu badan Rasulullah SAW mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.

Tak lupa sesaat sebelum ruhnya benar-benar ditarik Rasulullah SAW memberikan pesan kepada Ali bin Abi Thallib, berikut isi pesan beliau “Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum (peliharalah Shalat dan Peliharalah orang-orang lemah di antaramu).” Bisik beliau kepada Ali.

Dan pesan terakhir Rasulullah SAW kepada Ali bin Abi Thallib adalah “Ummatii, ummatii, ummatii! (umatku, umatku, umatku)” sambung Rasulullah SAW. Setelah itu berakhirlah hidup Rasulullah SAW ketika ruhnya telah benar-benar dicabut oleh Izrail dari tubuh beliau.

Sumber : http://tz.ucweb.com/12_1QDcq

Rangkuman Artikel