Kamis, 19 Januari 2017

Zuhud

Tujuan pencucian :

1.  Untuk masuk ke alam sifat-sifat Ilahi.

2.  Untuk mencapai maqam Zat. 

Pencucian untuk memasuki alam sifat-sifat Ilahi memerlukan guru/ilmu/pelajaran yang membimbing seseorang di dalam proses pencucian cermin hati dengan cara dzikir, ucapan atau memikirkan dan berdoa dengan nama-nama Ilahi.

Ucapan/dzikir/doa itu menjadi kunci, kalimat rahasia yang membuka hati. Hanya bila mata itu terbuka barulah bisa melihat sifat-sifat Allah yang sebenarnya. Kemudian mata itu melihat gambaran kemurahan Allah, nikmat, rahmat dan kebaikan-Nya di atas cermin hati yang murni itu.

Nabi s.a.w bersabda :

“Mukmin adalah cermin bagi sesama mukmin”.

“Orang berilmu membuat gambaran sementara orang arif menerangi".

“Orang berilmu membuat gambaran sementara orang arif menerangi cermin hati yang menangkap kebenaran."

Bila cermin hati sudah dicuci sepenuhnya dengan digilap/diterangi terus menerus dengan cara berzikir mengingat nama-nama Allah, seseorang itu mendapat jalan kepada pengetahuan dan sifat Ilahi. Penyaksian terhadap pemandangan ini hanya mungkin berlaku di dalam hati. 

Pencucian yang bertujuan mencapai Zat Ilahi adalah melalui terus menerus mentafakurkan kalimah tauhid.

Ada tiga nama keesaan, tiga yang akhir dari dua belas nama-nama Ilahi :

LAILAHAILLALLAH : Tiada yang ada kecuali Allah 
ALLAH : Nama khusus bagi Tuhan 
HU : Allah yang bersifat melampaui sesuatu 
HAQ : Yang sebenarnya (Hakikat) 
HAYYUN : Hidup Ilahi yang kekal abadi 
QAYYUM : Berdiri dengan sendiri yang segala kewujudan bergantung kepada-Nya 
QAHHAR : Yang Maha Memaksa, meliputi segala sesuatu 
WAHHAB : Pemberi tanpa batas 
WAHID : Yang Esa 
AHAD : Esa 
SAMAD : Sumber kepada segala sesuatu 

Nama-nama ini haruslah diucapkan bukan dengan lidah biasa tetapi dengan lidah rahasia dalam hati. Hanya dengan itu mata hati melihat cahaya keesaan.

Bila cahaya suci Zat menjadi nyata semua nilai-nilai kebendaan lenyap, semua menjadi tidak ada. Ini adalah suasana menghilangkan sepenuhnya semua perkara, kekosongan yang melampaui semua kekosongan.

Kenyataan cahaya Ilahi memadamkan semua cahaya: 

“Tiap-tiap sesuatu akan binasa kecuali Zat-Nya”. (Surat Qasas, ayat 88). 

“Allah hapuskan apa yang Dia kehendaki dan Dia tetapkan apa yang Dia kehendaki, kerana pada sisi-Nya ibu kitab”. (Surat ar-Ra’d, ayat 39). 

Bila semua lenyap, apa yang tinggal selamanya adalah roh suci. Ia melihat dengan cahaya Allah. Ia melihat-Nya, Dia melihatnya. Di sana tidak ada gambaran, tidak ada persamaan di dalam melihat-Nya: 

“Tiada sesuatu yang serupa dengan-Nya. Dia mendengar dan melihat”. (Surat asy-Syura, ayat 11). 

Apa yang ada hanyalah cahaya murni yang mutlak. Tidak ada sesuatu untuk diketahui lebih dari itu. Itu adalah alam fana diri. Tidak ada lagi fikiran untuk memberi kabar berita. Tidak ada lagi siapapun kecuali Allah yang memberi kabar berita.

Nabi s.a.w bersabda :

“Ada ketika aku sangat dekat dengan Allah, tidak ada siapa-siapa, malaikat yang dekat atau nabi yang diutus, bisa masuk antara aku dengan-Nya”.

Ini adalah suasana pemisahan di mana seseorang itu telah membuang semua hal kecuali Zat Allah. Itu adalah suasana keesaan.
Allah memerintahkan melalui Rasul-Nya :

“Pisahkan diri kamu dari segala perkara dan carilah keesaan”. 

Pemisahan itu bergerak dari semua yang bersifat duniawi kepada kekosongan dan ketiadaan. Hanya dengan itu seseorang  memperoleh sifat-sifat Ilahi.

Nabi s.a.w bersabda :

“Sucikan diri kamu, benamkan diri kamu dalam sifat-sifat yang suci (sifat Ilahi)”.


>>>>rangkuman artikel<<<<

Tidak ada komentar: