Lima kali sehari semalam, pada waktu yang telah ditentukan, shalat diwajibkan kepada semua Muslim yang baligh dan sehat.
"Peliharalah semua shalat (mu) dan (peliharalah) shalat wusthaa (yang terlebih penting). Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu". (Surat al-Baqaraah, ayat 238).
Shalat menurut peraturan agama (rukun shalat) terdiri dari berdiri, membaca surat Quran, rukuk, sujud, duduk, beberapa bacaan dibaca dengan bersuara. Gerakan shalat melibatkan bagian-bagian tubuh, pembacaan diucap dan didengar melibatkan pancaindera, adalah shalat diri lahir.
Kerana tindakan diri lahir ini dilakukan berulang-ulang, di dalam setiap lima waktu sehari, bagian pertama menurut perintah Allah "Dirikan shalat", adalah lebih dari satu.
Bagian kedua perintah Allah "terutama shalat tengah malam" merujuk kepada shalat hati, kerana hati berada di tengah-tengah pada penciptaan/tubuh manusia. Tujuan shalat ini adalah mendapatkan kesejahteraan pada hati.
Hati berada di tengah-tengah, antara kanan dengan kiri, antara depan dengan belakang, antara atas dengan bawah, antara kebaikan dengan keburukan. Hati adalah pusat, titik pengimbang, penengah.
Nabi s.a.w bersabda, "Hati anak Adam berada di antara dua jari Yang Maha Penyayang. Dia balikkan ke arah mana yang Dia kehendaki".
Dua jari Allah adalah sifat kekerasan-Nya yang berkuasa menghukum dan sifat keindahan-Nya dan pengasih-Nya yang memberi rahmat dan nikmat.
Shalat yang sebenarnya adalah shalat hati. Jika hati lalai dari shalat, shalat lahir tidak akan teratur. Bila ini terjadi kesejahteraan dan kedamaian diri lahir yang diharapkan diperoleh dari shalat lahir itu tidak diperoleh. Sebab itu Nabi s.a.w bersabda,
"Amalan shalat adalah dengan hati yang diam".
Shalat adalah penyerahan yang dicipta kepada Pencipta. Ia adalah pertemuan di antara hamba dengan Tuannya. Tempat pertemuan itu ialah hati.
Jika hati tertutup, lalai dan mati, maka tidak ada kebaikan yang sampai kepada diri lahir dari shalat yang demikian, kerana hati adalah intipati atau hakikat atau zat bagi jasad, semua yang lain bergantung kepadanya.
Nabi s.a.w bersabda,
"Ada segumpal daging di dalam tubuh manusia, jika ia baik maka baiklah semua anggota tetapi jika ia jahat maka jahat pula anggota. Ketahuilah, itulah hati".
Shalat yang diperintahkan oleh agama (syariat) dilakukan pada waktu tertentu, lima kali sehari semalam. Sebaiknya dilakukan di dalam masjid secara berjamaah, menghadap ka'abah, mengikuti imam yang tidak munafik dan tidak ria'.
Waktu untuk shalat batin tidak terikat waktu dan tidak terbatas, bagi kehidupan ini dan juga akhirat. Masjid bagi shalat ini ialah hati. Jamaahnya ialah bakat-bakat kerohanian, yang mengingat dan mengucapkan nama-nama Allah Yang Esa di dalam bahasa alam batin.
Imam shalat ini ialah kehendak yang tidak dapat disekat, arah kiblatnya ialah keesaan Allah, yang ada di mana-mana, dan keabadian-Nya dan keindahan-Nya.
Hati sejati adalah hati yang bisa melakukan shalat yang demikian. Hati yang seperti ini tidak tidur dan tidak mati. Hati dan roh yang demikian berada di dalam shalat yang berterusan, dan manusia yang memiliki hati yang demikian, dalam terjaga atau tidur, sentiasa berbuat kebaktian.
Shalat batin yang dilakukan oleh hati adalah keseluruhan kehidupannya. Tiada lagi bunyi bacaan, berdiri, rukuk, sujud atau duduk. Pembimbing, imam shalat ini adalah Rasulullah s.a.w sendiri.
Baginda berkata-kata dengan Allah Yang Maha Tinggi,
"Engkau yang kami sembah dan Engkau jualah yang kami minta pertolongan". (Surat Fatihaah, ayat 4).
Ayat suci ini ditafsirkan sebagai tanda manusia sempurna, yang melewati atau melepas dari menjadi kosong, hilang kepada segala kebendaan, kepada suasana keesaan.
Hati yang sempurna demikian menerima rahmat yang besar dari Ilahi. Satu dari rahmat itu dinyatakan oleh Nabi s.a.w :
"Nabi-nabi dan yang dikasihi Allah meneruskan ibadah mereka di dalam kubur seperti yang mereka lakukan di dalam rumah mereka ketika mereka hidup di dalam dunia".
Dengan kata lain, kehidupan abadi hati meneruskan penyerahan kepada Allah Yang Maha Tinggi.
Bila shalat tubuh badan dan shalat diri batin berpadu, shalat itu lengkap, sempurna. Pahalanya besar. Ia membawa seseorang secara kerohanian kepada kedekatan dengan Allah, dan secara lahir kepada tingkat yang paling tinggi yang bisa dicapai.
Dalam alam kenyataan mereka menjadi hamba Allah yang taat. Mereka adalah orang arif yang memperoleh ma'rifatullah sejati.
Jika shalat lahir tidak bersatu dengan shalat batin, pahalanya hanyalah pada pangkat atau kedudukan, tidak membawa seseorang dekat dengan Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar