Allah memberikan ujian dan cobaan dengan berbagai bentuk :
•Cobaan jasmani dan rohani yang berupa penyakit, kecelakaan, rasa duka cita dll
•Cobaan berupa kehilangan harta kekayaan, kebakaran dll
•Cobaan melalui sanak keluarga yang ditimpa penyakit, kematian dll.
Pada dasarnya semua ujian dan cobaan yang menimpa itu adalah :
>>>Disebabkan kedurhakaan terhadap Allah oleh manusia itu sendiri, itu sebagai balasan untuk menghapuskan dosa kedurhakaannya itu, agar manusia menjadi sadar atas kedurhakaannya.
>>>Takdir Allah untuk menguji hamba-Nya dan kelak di akherat akan diganti dengan rahmat dan keridlaan-Nya untuk yang sabar dan tawakkal ketika menerima ujian dan cobaan tersebut.
Dunia seisinya merupakan suatu ujian dan cobaan. Tidak ada nikmat kecuali disertai sakit, tidak ada kelapangan kecuali disertai kesempitan.
Ada 4 macam kesabaran :
1. >Menahan diri dari segala perbuatan jahat, dan dari menuruti dorongan hawa nafsu angkara murka. Menghindarkan diri dari segala perbuatan yang mungkin dapat menjerumuskan diri ke jurang kehidupan dan merugikan nama baiknya. Maka ketika syahwat bergejolak hendak menggoncangkan keyakinan dan keimanan, hanya sabar lah yang dapat meneguhkan keimanan dengan memaksakan diri supaya berhenti di perbatasan syara, dan sabar seperti inilah yang menyelamatkan keimanan kita.
2. >Sabar dalam menjalankan suatu kewajiban, yaitu tidak merasa berat atau merasa bosan dalam menjalankan ibadah. Oleh karena itu, suatu ibadah adalah membutuhkan suatu kesabaran.
3. >Sabar dalam membela kebenaran, melindungi kemaslahatan, menjaga nama baik bagi dirinya, keluarganya dan bangsanya. Sabar sepert ini adalah berani untuk membela kebenaran.
4. >Sabar terhadap kehidupan dunia, yaitu sabar terhadap tipu daya dunia, tidak terpaut kepada kenikmatan kehidupan dunia, dan tidak menjadikan kehidupan dunia sebagai tujuan, melainkan hanya sebagai alat untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang kekal diakherat nanti.
Sabar adalah tetap tegaknya dorongan menghadapi hawa nafsu. Sabar adalah sifat yang membedakan manusia dengan hewan dalam hal menundukkan hawa nafsu.
Dorongan hawa nafsu adalah tuntutan syahwat dan keinginan yang minta dipenuhi.
Jadi sabar adalah suatu kekuatan, daya positip yang mendorong jiwa untuk melaksanakan kewajiban. Sabar juga merupakan kekuatan yang menghalangi seseorang untuk melakukan kejahatan.
Banyak orang menduga bahwa sabar itu berarti merendahkan diri dan menyerah pada keadaan, membiarkan diri hanyut dalam situasi dan kondisi, atau menghentikan usaha tanpa berusaha mencari jalan keluar yang baik, tanpa memperbaiki dan memperkuat amal perbuatan.
Pengertian tersebut tidaklah tepat, sebab yang dimaksud dengan sabar adalah menghadapi cobaan dan ujian dengan cara yang baik, berusaha mencari jalan keluar dengan cara yang baik pula, dan membiasakan diri melakukan amal perbuatan yang saleh dan usaha yang terpuji yang disertai dengan doa kepada Allah sambil menjadikan pengalamannya itu suatu dorongan untuk mempunyai kemauan yang keras, keimanan, keyakinan yang istiqomah.
Datangnya ujian dan cobaan yang dibarengi dengan sabar itu sebagai pondasi setiap kebaikan, pondasi kenabian, kerasulan, kewalian, dan kearifan. Kecintaan kepada Allah itu ada pada ujian dan cobaan. Ketidaksabaran atas datangnya ujian dan cobaan yang menimpa, menandakan kerapuhan pondasi.
Lari dari ujian dan cobaan yang menimpa berarti tidak butuh kewalian, ma'rifat dan dekat dengan Allah. Sabar itu seiring bersama hati, rahasia dan roh pada pintu yang lebih dekat dengan Allah Azza wa Jalla.
Manusia itu tidak lepas dari beban yang diberikan Allah kepadanya. Manusia harus mengerti bahwa sabar atas beban, qodlo, dan qodar itu jauh lebih baik dibandingkan isi dunia dan akherat yang diserahkan kepada manusia untuk bertasawuf.
“Sabar itu adalah bagian dari iman, seperti kepala merupaka bagian dari tubuh.” (Alhadits)
Iman tanpa kesabaran bagaikan tubuh tidak berkepala, maka jika tidak sabar terhadap ujian yang menimpa berarti keimanannya mati, seperti matinya orang yang hilang kepalanya.
Adapun makna sabar adalah tidak mengadu kepada seorangpun ketika mendapat ujian dan cobaan, tidak tergantung pada kausalitas (hukum sebab akibat), tidak membenci cobaan dan juga tidak merasa gembira akan hilangnya cobaan.
Untuk mengetahui sampai dimana kadar cinta kita kepada Allah, maka Allah akan menguji dimana kita tidak akan lepas dari segala ujian yang menimpa kita baik musibah yang berhubungan dengan diri kita sendiri, maupun yang menimpa pada sekelompok manusia atau bangsa.
Terhadap semua ujian itu, hanya sabarlah yang memancarkan sinar yang memelihara seorang muslim dari jatuh kepada kebinasaan, memberikan hidayah yang menjaga dari rasa putus asa.
Sebagai orang muslim wajib meneguhkan hatinya dalam menanggung segala ujian dan penderitaan dengan tenang. Demikian juga dalam menunggu hasil pekerjaan, kita hadapi dengan ketabahan dan sabar serta tawakal.
Apabila seseorang menghadapi cobaan atau penderitaan itu dengan ridlo, ikhlas dan mencari jalan keluar dengan cara yang terbaik, tidak mengeluh, tidak mengadu, apalagi merintih, maka Allah pasti akan memudahkan baginya urusan hisabnya.
Allah akan menyegerakan pahalanya, memberkati kehidupannya sehingga timbangan amalnya tidak diberati dengan kejahatan tetapi diberati dengan ketaatan dan pahala.
Jadi, apabila manusia itu menghadapi ujian dengan sabar, maka ia lulus dari ujian itu. Tetapi apabila menghadapi ujian dengan tidak sabar, maka ia tidak berhasil, dan putus asa itu bukanlah sifat orang mukmin.
Orang yang mencintai Allah tentu rela atas ketentuan-Nya, bukan kepada yang lain-Nya. Mereka selalu memohon pertolongan dari-Nya dan mempersempit selain Dia.
Pahit dan susahnya kefakiran sebagai kemanisan baginya, tanpa mengurangi arti rela kepada-Nya, dan merasa senang dan nikmat bila bersama-Nya.
Kaya dalam kefakiran, nikmat dalam kesakitan, kejinakan dalam ketakutan, dan dekat dalam jauh. Alangkah senang bagi orang yang sabar, rela dan memadamkan hawa nafsu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar