Kamis, 2 Februari 3017
Risalah Al Banaran
TENTANG ZAMAN KETERBUKAAN
Sekarang zaman becik ketitik ala ketara. Zaman sekarang adalah zaman di mana semua dibukakan oleh orang tua penata.
Kebenaran itu adalah waktu. Waktu yang akan menjawab tentang kebenaran akan sesuatu.
Becik ketitik itu tidak ada takutnya, sebab ia akan menemukan kebenaran pada satu waktu.
Semoga Indonesia pendewasaannya lebih dipercepat. Bangsa kita sedang didewasakan. Dengan cara, semua dibukakan. Secara tatanan, untuk ukuran sebuah bahasa, Indonesia belum bisa dikatakan dewasa.
Kemajuan Eropa dibanding Indonesia, setidaknya minimal 100 tahun. Artinya, Indonesia 100 tahun Indonesia mendatang, itu sama dengan kemajuan Eropa pada saat ini. Kita mengalami ketertinggalan satu abad di abnding bangsa" eropa. Untuk mengejarnya butuh waktu lama kalau tidak ada percepatan kedewasaan bangsa oleh para orang tua penata.
Usai merdeka, Indonesia mengalami kelambatan dalam tatanan sebuah bangsa. Kenapa? Karena Indonesia kurang mau belajar. Jepang dan Cina itu tergolong bangsa yang mau belajar. Mau memperbaiki diri.
Indonesia saat ini belum. Maka tak heran jika sering ribut antar warganya.
Saat ini, yang bisa maju itu orang yang cerdas. Semua dibuka byak. Maka cerdas lah agar bisa menerima ilmu yang dibukakan di alam ini. Belajarlah mendengarkan sesuatu yang tidak terdengar.
TENTANG LUKA DI DUNIA
Meskipun babak bunyak dan terluka, jangan takut. Diobati. Kalau ingin maju ya maju. Musti yakin. Kalau orang mau perang itu ya jangan takut luka. Berani luka maka ia akan berani perang. Perang lawan nafsu diri.
Pertanyaannya bukan bagaimana agar kita tidak terluka, tapi bagaimana cara menyembuhkan luka.
Pertanyaannya bukan bagaimana agar tidak keloncatan, tapi bagaimana caranya membersihkan loncatan-loncatan itu.
Bersembunyi di manapun itu ya bisa keloncatan.
Setiap manusia di dunia ini pasti luka. Tidak ada yang tidak luka. Kalau takut luka, justru membuat kita tidak akan bisa sembuh. Akhirnya jadi pendiam. Padahal pendiam itu tidak emas. Yang emas itu diam. Pendiam dan diam itu beda jauh.
Jangan takut berlari meski beberapa kali jatuh. Bangun dan berlarilah lagi. Jatuh lagi, bangun, lari lagi. Luka itu risiko di kehidupan.
Pertanyaannya adalah bagaimana caranya meskipun luka tapi tetap bisa berlari. Nah itu.
Ibarat Sebuah motor baru, toh suatu saat akan ada lecet juga kalau sudah dipakai. Wong namanya dipakai ya motor pasti akan lecet dan pernah kotor. Tapi ya tetap harus dinaiki biar jadi manfaat. Mosok punya motor baru mung disimpan dan dikrukupi di rumah terus. Wong di taruh di rumah terus saja toh tetap saja bisa lecet.
Risiko lecet itu pasti ada selama kita hidup di dunia. Luka itu tidak bisa dihindari. Luka harus disadari, dihadapi dan diobati agar sembuh.
Keberanian itu butuh keyakinan. Karena yang mendorong keberanian itu keyakinan.
Maka menjalani hidup itu sunatullah saja. Itu sesuatu yang harus dihadapi. Sunah Rasul apa yang dilakukan dan diberikan Rasul kepada kita. Sedangkan Sunatullah adalah apa yang diberikan Allah kepada kita. Diterima dan dihadapi.
Qodrat irodzat itu ada rahmat.
Wes qodrat bisa diirodzati. Ada tatanannya Abah Qomar yang bisa mindah dari qodrat. Hijrah. Tatanan Abah itu tatanan loncat. Jika tidak pakai tatanan Abah, kita kalau mau hijrah bisa butuh ganti beberapa kali ganti cassing.
Semua murid Abah membawa tatanan Abah, tapi sejauh mana membawa tatanannya Abah. Itu yang membedakan satu sama lain.
Pelajarannya Abah itu kita diminta untuk bisa ndandani (memperbaiki) hati. Kita disuruh untuk kona'ah atau menerima (nrimo). Tatanannya Abah itu merangi penyakit ati. Ndandani hati. Nrimo.
Kalau tatanan yang jati dari Abah apakah tidak bisa mendongrak jisim? Kenapa satu dan satunya berbeda?
Bisa. Yang membedakan adalah karena tidak mau membuka hati. Itu yang membedakan. Kalau satu bisa membuka hatinya ya tentu orang tua akan mendongrak hatinya orang itu. Kalau tidak membuka ya maka akan mandeg malah mungkin keplorot.
Tatanannya Abah Qomar itu tatanan yang tertinggi yang bisa merubah. Mendongrak. Maka disebut tatanan spektakuler.
Abah pernah berkata, nanti akan dikembalikan ke golongan masing-masing. Golongan kidul akan dikembalikan ke kidul.
Tatanan Abah itu ada di semua kelas, di semua alam. Di semua sisi ada tatanannya Abah. Maka Abah itu rahmatan Lilalamin.
PERJALANAN RUH
Perjalanan ruh itu meski tua tapi tidak jaminan. Semua kembali lagi ke diri kita. Meski sangat berpengaruh. Bisa ndongkrak tapi tidak jaminan. Tinggal diri kita bagaimana. Kalau perjalanan ruhnya tua pasti diisi sama Abah dengan jelas yang tua.
Kalau orang tua ya mustinya kayak orang tua laku hidupnya. Semua santrinya Abah kalau mengikuti tatanannya Abahe yang membedakan prosentasinya.
Tidak ada yang jati karena masih pakai jisim. Kalau yang mendekati tatanan Abah itu Banaran. Karena oleh Mbahe diarahkan ke tatanannya Abahe.
Teman" kalau memanggil Pak Arif saja. Jangan Mbah, sebab Pak Arif pernah diingatkan Mbah Arif. Tapi kalau pas kalam" gak papa manggil Mbah. Tapi kalau pas biasa ya Pak atau Mas Arif saja manggilnya. Karena jisimnya Pak Arif masih butuh gemblengan, jisimnya Pak Arif ya ada lucunya, ada marahnya juga.
Maka kalau ke Banaran pakailah hati. Di Banaran menyediakan dan ada hati. Hati kalau ketemu hati yang muncul akan suara orang tua. Suara hati. Maka ketemu sama Mbah Arif. Suara orang tua itu semua pakai hati. Kalau sudah demikian bisa mendongrak hati.
Kalau orang tua tampil, maka yang disuarakan ya suara orang tua. Suara hati.
Jangan kejebak di fenomenal. Banyak orang yang terjebak dan suka dengan hal-hal yang sifatnya fenomenal.
Orang yang kejebak itu masuknya gumunan. Padahal kita itu tidak boleh gumunan. Biasa saja. Sunatullah. Teruslah berjalan. Laku. Abah itu super sederhana. Abah itu terpilih. Teladan. Jisimnya sudah tertata. Rapi.
Hidup kalau ingin sampai ya mengikuti petunjuk. Tinggal bisa menerima petunjuk atau tidak. Orangtua itu petunjuk. Kita sudah dikasih petunjuk. Manut orang tua. Kita akan bisa sampai. Kalau tidak mengikuti ya tidak sampai.
Yang gak ngikutin ya karena terjebak di panca indera. Secara logika. Bukan tatanan njero.
Orang ngikutin petunjuk itu kelihatan. Dari laku dan akhlaq. Ada perubahan dalam kehidupannya. Justru yang berbahaya yang tidak berubah. Berarti tidak mengikuti petunjuk. Ajeg.
Pola pikirnya berubah. Pemahamannya berubah.
TENTANG YANG DIBAWA MATI
Yang bisa dibawa mati itu yang tersirat. Bukan yang tersurat.
Sholat, ndarus quran, kalau itu terbatas yang tersurat tidak akan dibawa setelah mati. Yang dibawa mati yakni yang tersirat. Kalau terjebak yang tersurat ya wes mung ngono thok. Itu bisa untuk tolok ukuran.
Segala sesuatu yang sifatnya lahiriah itu ditinggal di dunia. Sholatnya jika sebatas lahiriah yang tak akan sampai dibawa bekal sampai mati. Ia akan ditinggal begitu jisim ngglethak.
Yang mengikuti kita hingga mati itu yang tersirat seperti jiwa kita, hati kita. Maka jadikannya suratan kita itu adalah siratan kita juga. Apa yang kau lakukan di dunia adalah cerminan dari jiwa dan hatimu. Maka itu adalah yang bisa dibawa saat ngadep Gusti. Sebab Allah itu melihat hati para hamba-nya. Bukan perbuatannya.
Amal ibadah yang masih suratan itu akan ditinggal di dunia. Kalau amal ibadahnya itu sirataaln hatimu maka ia akan dibawa saat mati.
Tersirat itu yang menuntun kita. Cahaya. Jiwa kita yang menuntun, seberapa terangnya cahaya kita. Mancari.
Melakukan segala sesuatu yang tersurat dari yang tersirat. Agar nempel dan ikut kita terus.
Kalau gak ada yang bisa dibawa mati, ya ia akan menanti di alam penantian. 🌙⭐
Tidak ada komentar:
Posting Komentar